Gak kerasa, ternyata udah hampir dua tahun lebih sejak gue sering banget nulis di blog. Dan sepertinya udah dua tahun ini juga gue ngilangin kebiasaan buat sering upload konten di media sosial. Ya, dan jujur, dua tahun ini kerasa beda banget aja. Evan yang dulu bukanlah Evan yang sekarang (ashiap). 


Anyway, ngomong-ngomong tentang Evan yang dulu. Sebelum gue ngebangun Satu Persen, tahu gak sih gue itu kerjaannya ngapain? Buat lo yang gak tahu, gue adalah seorang politisi. Bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu politisi tertinggi (setidaknya di daerah gue doang, di Fakultas, xixixi). 


Buat lo yang temen gue, pasti udah tahu lah gue siapa tahun 2018 dulu. Buat yang gak tahu? Well, gue adalah Ketua BEM Fakultas Psikologi UI 2018. Atau kalau di kampus lain sih, biasa disebut dengan Presiden. Alias, orang dengan kekuatan tertinggi (ya seenggaknya di kawasan ikatan kewarganegaraan fakultas :D). 


Gak perlu waktu periode satu tahun sebenernya untuk sadar bahwa gue gak se-passionate itu di dunia politik. Males banget, kan. Harus jaga sikap, branding, bahkan harus nunjukin hampir setiap hari bahwa BEM itu bagus. Ya at least biar orang-orang pada mikir bahwa kabinet gue ya adalah kabinet yang ok.


Tapi… meskipun di satu sisi gue gak semenikmati itu. Ternyata, setelah dijalani, gue menemukan cara buat menikmatinya. Bahkan, bisa dibilang bahwa gue berhasil di dunia politik kampus fakultas ini. 


Evan's Journey (ea)


Gimana nggak berhasil brandingnya? Hampir setiap hari selama 1 tahun. Gue selaluuu nyoba buat branding dengan upload sesuatu di instastory personal gue. Mulai dari gimana gue gak setuju sama sikap Dekan tentang kebijakan kantin di kampus, sampe ke gimana kabinet gue bisa kontribusi ke salah satu kampung di Citayam.


Gue bacot terus sih. Yang sepertinya (dari pengelihatan gue sih ya), bikin brand gue di kampus lumayan ok. Ya bisa dibilang, oke lah. Ya iya, semuanya diomongin dan diupload, bahkan sejak awal kepengurusan.


Yep, gue beneran jadi orang yang gila branding di tahun 2018 itu. 


Terus, sekarang udah tahun 2021, emang kayak gimana? Well, gue sih masih ya pake sosmed setiap hari. Dan memang gak bisa berhenti.


Kenapa? Ya basicly karena kerjaan gue dari sini sih wkwk. Meskipun sekarang mungkin lo bisa ngeliat sih perbedaannya. Sekarang itu, sosmed pribadi gue kalo gak gue hapus, ya gue protect. Kalo dulu, ya kerjaan gue di sosmed sih apalagi selain: Branding, branding, dan branding.


Why? Kok bisa sih Van sekarang beda gak kayak dulu?


Nah, jawabannya adalah karena... salah satunya sih turun jabatan ya di awal tahun 2019, sekaligus juga dengan refleksi diri yang terjadi seiring waktu. Entah kenapa, dengan turunnya jabatan gue dari BEM di kampus, rasanya kayak kosong aja gitu.  


Kalo dulu gue bisa (dan harus) branding setiap hari. Tiba-tiba, di awal tahun 2019, gue mesti hidup dengan kekosongan. Kosong karena ya 1) Gue resign dari kerjaan gue (karena gue kabur [lo bisa cek tulisan ini untuk tahu lebih lanjutnya]) dan 2) Basicly gue udah gak ada lagi kerjaan branding kayak di tahun 2018 pas gue menjabat sebagai Ketua BEM. 


Lalu apa yang terjadi setelahnya? Well, yaudah. Pada akhirnya sih di tahun 2019 awal gue tetep coba nge-branding diri gue dengan bikin channel Youtube. Yang gue yakin banget, ini channel bakal gede sih. 


Dan ternyata beneran: Youtube sekaligus startup gue ini ternyata bisa jadi gede dalam waktu singkat. Sampai akhirnya, bahkan, menjadi salah satu alat utama yang bikin gue diamanahkan di penghargaan (yang katanya sih) bergengsi. 



Forbes 30 Under 30 Asia 2021: Social Impact (klik di sini buat liat)

Gue yakin lu semua udah pada tahu lah ya tentang Forbes 30 under 30. Majalah ini udah 10 tahun nerbitin orang-orang terbaik dari seluruh dunia tentang karyanya. Tanpa disangka, gue juga ternyata masuk ke dalamnya.


Tapi, jujur sejujur-jujurnya. Menurut gue ini adalah hal yang kayak: Gak sepenting itu sih. Selain karena memang yaudah, cuman branding doang. Tapi juga, ini jadi sebuah fanatisme semu yang seringkali dimimpikan anak muda. I will explain why below, dengan konsep yang gue temukan.


Masturbasi Branding


Gue yakin banyak dari lo yang baca tulisan ini, apalagi yang mau jadi Founder ya, mungkin sempet kepikiran tentang gimana indah dan senangnya diri lo ketika lo bisa masuk ke penganugerahan Forbes ini. Apalagi kalo tingkat Asia. Ya, Asia cuy! Yang notabene adalah benua yang gede banged (ya mayan lah). 


Ironisnya adalah: Lo semua, yang mungkin pernah punya mimpi masuk ke sini. Menurut gue sih lo gak bakal masuk ya ke Forbes under 30 ini sih. Selama lo belum mengubah satu sikap ini. Sikap yang menurut gue bisa jadi toxic-se-toxic-toxic-nya. Terutama buat teman-teman yang merupakan Founders dan Creator ya. 


Singkat kata, sikap itu adalah Masturbasi Branding


Nah, masturbasi branding adalah tema utama dari tulisan ini. Ini juga adalah alasan kenapa gue bikin intro tentang diri gue di tahun 2018. Menurut gue, tahun 2021 dan waktu penganugerahan Forbes 30 ini adalah waktu yang tepat banget untuk gue refleksi. Sekaligus juga buat ngebagiin beberapa kesalahan gue di beberapa tahun lalu, yang gue rasa sebenernya: 


1) Cukup ngehambat perkembangan diri gue

2) Bikin gue mikir tentang hal yang gak penting dan gak substansial sama sekali

3) Ngehambat perkembangan perusahaan dan organisasi di bawah gue

4) Cuman masturbasi branding doang tanpa beneran bikin impact


Menariknya adalah gini: Gue ngeliat banyak banget Founder yang terjebak dalam siklus ini. Gue juga sama. Bisa dibilang gue terjebak di siklus ini sampe sekitar 2019 pertengahan.


Siklus di mana mereka banyak omong ke sana dan ke sini tentang bisnis mereka. Ngepost ini-itu lah tentang side project mereka, tentang komunitas mereka. Meeting sama orang A, B, C, dan D lah yang katanya keren (lalu difoto dan dimasukin ke story). Atau misal, pitching lah: Ke investor A, B, atau C (meski sebenernya ditolak). 


Padahal, in reality. Kebanyakan dari para Branding Masturbator ini basicly baru memulai, tapi udah banyak bicara. Udah banyak bicara, mereka juga gak generate revenue sebegitunya lagi, atau bahkan gak generate revenue sama sekali. Udah gitu juga, mereka pun followers-nya gak sebegitu gedenya. Udah gitu… (oke udah Van, cukup roasting-nya wkwk). 


Dan gini: Yang lebih sedihnya lagi adalah bukan cuma Founder yang baru mulai. Tapi gue juga seringkali ngeliat di mana ada Founder yang udah BERTAHUN-TAHUN memulai project mereka. Tapi mereka gak ada traction dan gak ada impact yang sebegitunya. Tapi di sisi lain, banyak bac*t aja gitu.


Mereka pikir mungkin, pembelajaran dan networking mereka yang akhirnya di-story-in ke sana-sini itu ok. Padahal ya seringkali gak maksimal. Alias, buang-buang waktu. Dan akhirnya, bukannya waktunya diabisin buat bikin company atau project yang mereka punya jadi lebih bagus. Justru waktunya malah abis buat branding sana-sini di sosmed, tanpa punya skill beneran. Dan tanpa menghasilkan sesuatu yang beneran bermanfaat, atau at least generate traction lah sedikit


Hal inilah yang gue sebut sebagai Masturbasi Branding. Menariknya adalah: Jujur, gue juga sedang melakukan itu sekarang (ya sebenernya kalo gue gak masturbasi branding kan mendingan gue mikirin revenue Satu Persen, mikirin funnel conversion lah, atau UI/UX website, atau plan budgeting gitu malam ini dibandingkan gue nulis ginian yang basicly gak penting-penting amat buat bisnis gue). 


[Tapi ya gak apa-apa lah ya, setelah 2 tahun lebih vakum ngebranding sana-sini, gue pengen coba sharing sih apa yang gue dapet dari pengalaman gue sebelumnya #validasi]


Jadi, dari pengalaman yang udah gue rasain (dan lakuin juga sebagai Branding Masturbator). Menurut gue ada beberapa ciri sih dari Pebisnis atau Founder yang sebenernya bukan Entrepreneur beneran, alias branding doang. Apa saja sih karakteristiknya? Ada beberapa ya, cekidot!


  1. Lebih banyak mikir soal posting sosmed pribadinya dibandingin kerja


Biasanya, orang kayak gini adalah yang suka posting banyak tentang achievementnya. Gimana hal yang dia buat ada impact-nya. Gimana dia belajar hal baru setiap hari. Atau gimana dia mentoring sama orang-orang keren.


Realitanya: Kebanyakan Founder yang beneran justru biasanya gak punya waktu buat main sosmed dan ngepost hal yang dia pelajari. 



  1. Kebanyakan networking tapi gak ada hasilnya (selain postingan sosmed)


Networking event itu menurut gue over-rated, apalagi yang offline. Kenapa? Karena biasanya ini mengharuskan lo bayar, menghabiskan waktu lo berjam-jam, bikin lo capek, bikin lo terjebak di ciri yang pertama (ngepost sosmed), tanpa impact yang sebenernya worth your time, energy, and money.


Jarang banget gue ngedenger ada orang yang hidup dan bisnisnya berubah atau terdampak setelah ikut networking event. Yang ada ya cuman 'masturbasi' network doang (yang basicly sekedar basa-basi). Atau sekadar pamer karena lo bisa ngepost lokasi networkingnya (yang biasanya ada di hotel mahal).


Realitanya: Waktu Founder itu (terutama untuk networking), mendingan dipake buat kerjasama strategis yang memang membutuhkan waktu Founder tersebut, yang memang TIDAK BISA digantikan oleh siapapun. Atau, kalo memang gak urgent. Waktunya mendingan dipake buat ngebangun MVP aja, terutama kalo di awal-awal. Lumayan kan kalau ngebangun MVP, bisa dapet duit.


  1. Fokus ngebanyakin followers dibandingkan ningkatin revenue


Ya, ya, gue tahu. Pasti banyak dari lo yang akan nyari contoh influencer sekaligus business man. Tapi gini: Raffi Ahmad, Atta Halilintar, Gary Vee, dan Tai Lopez itu emang pebisnis dan influencer. Mereka basicly ngebanyakin followers karena mereka emang influencer dan itu strategis juga buat bisnisnya -> Mutualisme. 


Kebanyakan orang pasti mikir. Ya kan, kalo gue terkenal, gue bisa ngedapetin banyak customer?


Realitanya: Kebanyakan bisnis sebenernya gak butuh reach yang besar di akun Founder-nya. Dan kalaupun reach dari konten yang lo bikin itu membantu, kenapa gak sekalian aja gedein akun bisnisnya aja daripada akun pribadi?


  1. Terlalu engage sama media dan event yang gak penting-penting amat buat bisnisnya


Jadi pembicara di event tuh memang menyenangkan. Terutama kalo lo sama kayak gue. Passion-nya adalah ngajarin orang. 


Realitanya: Lebih banyak nongol di media, gak bikin bisnis kita jadi lebih ok. Inget, lebih mudah untuk ngetik press release ke media dibandingkan ngetik buat ngoding. Dan, kalo lo mikir bahwa kemunculan lo di event itu berguna buat nge-reach audiens dengan efektif, kenapa lo gak pake paid ads aja? Lo cukup bayar 100rb, dapet tuh ribuan reach dengan efektif dan efisien (bisa ditarget pula). 


Pertanyaannya: Lo gimana? Terus harus gimana?


Nah, itu adalah beberapa tandanya. Yang sebenernya belum semua. Pertanyaannya adalah: Lo gimana? Lo ngerasain gak tanda-tanda itu? Kalo iya, maka ada beberapa hal yang mesti lo lakuin.


  1. Balikin lagi fokus lo dan evaluasi diri


Sebenernya lo bikin company ini tuh buat apa sih? Hal apa sih yang paling penting buat lo di hidup ini? Ini beneran problem yang mau lo solve bukan? Atau sekadar masturbasi doang?


Gak ada yang salah ya untuk jadi seorang influencer. Bahkan, menurut gue, jadi influencer itu bisa aja banyak cuan-nya. Cuman, kalo target lo emang mau gedein bisnis. Mendingan lo fokus deh ke funnel-nya kayak gimana, UI/UX-nya ada yang bolong nggak, riset produknya udah ok atau belum, dan berbagai macam hal lain.


Kalau lo emang kayak gue. Basicly emang gak ada tujuan kuat banget buat bikin bisnis ini gede. Re: Gede bagus, gak gede yaudah. Ya sebenernya gak masalah sih.


Gak semua bisnis mesti gede juga sih. Dan hidup juga bukan masalah kita founding sesuatu atau nggak. Selama kita enjoy, ya why not? Tapi, kalo tujuan lo adalah gedein bisnis. Why should u waste ur time and energy doing sosmed and sh*t?


  1. Lakukan dopamine detox


Coba deh, kurangi ngepost-ngepostnya. Kurangi boasting-nya. Kurangi nulisnya. Kurangi ngontennya. Dan lihat perubahannya ke bisnis lo. 


Kalau lo ngerasa lebih produktif. Bagus banget.


Semua tulisan gue juga sebenernya terinspirasi dari beberapa video ini. Bisa lo tonton ya. Gue juga kasih nih sekaligus testimoni dari video Dopamine Detox buat para Branding Masturbator


https://www.youtube.com/watch?v=Go-nAxSesw4 


https://www.youtube.com/watch?v=1hMPi4IFUmk 


Ini testimoninya



  1. Cari cara buat ngembangin bisnis yang emang efektif dan efisien


Menurut gue, buat lo yang Founder startup. Jangan lupa sih buat tiap hari bacain dan nontonin YCombinator. Sumpah. Startupschool dari YC itu adalah pendidikan bisnis terbaik yang pernah gue rasain. 


Gue gak tahu sih ada yang lebih baik dari ini dan gratis atau nggak. Tapi jujur, tanpa YC. Mungkin growth business-nya Satu Persen gak bakal kayak sekarang sih. Dan bisa jadi, gue juga gak bakal masuk nominasi si Forbes ini.


Jadi, silakan: Tontonin dan bacain. Ulang-ulang aja biar gak lupa. Ini yang jadi kompas gue sih. Setiap kali company gue mengalami setback, atau setiap gue bingung growth channel apa yang mau gue ubah biar company bisa maju. Gue pasti nonton YC dan pasti bacain semua daftar pustaka dan sitasi yang mereka cantumin.


Kesimpulan


Kesimpulannya sih sebenernya sederhana ya. Intinya, coba deh lo pertanyakan ke diri lo. Hal yang lo lakukan ini sebenernya prioritas bukan? Ada gak sih hal yang lebih efektif (sebagai Founder) yang bisa lo lakuin supaya perusahaan lo maju.


Kedua, ini juga yang gue dapet sih. Pertanyakan juga prioritas hidup lo. Mau jadi influencer, apa pebisnis? Atau keduanya? Bisa-bisa aja sih. Tapi ya lakukan itu dengan sadar.


Ketiga, hidup itu menurut gue bukan hanya bisnis. Gak semua orang harus jadi Nadiem Makarim, gak semua orang harus jadi Elon Musk, gak semua orang harus jadi Bill Gates yang worth perusahaannya milyaran/triliunan rupiah. Lo tetep bisa bikin impact kok


Keempat, gue menyadari bahwa kayaknya salah satu alasan gue bisa menerima Forbes 30 ini (Alhamdulillah ya) kayaknya adalah fakta bahwa gue gak pernah sefokus itu ke award ginian sih, terutama sejak gue selesai jadi Ketua BEM. Mungkin, kalo gue tetap menjadi masturbator seperti zaman dulu. Kayaknya, masuk nominasi pun nggak deh. Ya liat aja kinerja BEM gue, biasa-biasa aja kan kalo dibandingkan dengan impact yang dibikin Satu Persen?


I’m very proud to say that I’ve grown sih, as a person, as a leader juga. Syukurlah dulu gue ketemu konten Alex Becker. He really changed my life. Dan semoga, buat lo yang merupakan seorang masturbator. Gue berharap tulisan ini bisa mengubah elo sih :D


Akhir kata, gue sih cuma mau mengucapkan rasa syukur aja. Rasa syukur karena gue sehat, karena gue ternyata udah mencoba belajar jadi lebih baik dari 3 tahun lalu, dan karena gue masih punya kekuatan untuk ngebagiin hal ini semua ke kalian.


Jujur, penghargaan yang gue terima di Forbes 30 under 30 ini bikin gue refleksi. Bahwa ya hidup tuh bukan cuma tentang bisnis. Ada keluarga, pacar, ada hobi branding yang gue tinggalin, hobi nulis, kesukaan gue tentang ngajar, dan lain sebagainya. Ini juga sebagai pengingat aja tentang sebenernya apa sih tujuan gue. Apakah bener bisnis? Apa mau branding? Atau apa?


Ya, jujur aja. Kenapa gue nulis ini karena kayaknya gue kangen branding deh. Tapi tentu, sekarang bagusnya adalah: Gue nulis ini bukan karena alasan masturbasi branding. Tapi karena emang kangen nulis aja. Udah dua tahun cuy :D


Dan disclaimer (di akhir lagi disclaimernya XD). Jadi gini: Bukan berarti gue bener-bener kontra dan gak suka gitu yah sama masturbasi branding ini. In a way, justru gue sedang nge-embrace keinginan ini. Yang basicly harusnya ada sih deep down di lo maupun juga di gue. 


Yang jelas, ini adalah pengalaman gue sih. Yang alhamdulillah-nya bisa ngebantu gue selama 2 tahun ini dalam ngebangun perusahaan dengan fokus. 


Apakah gue akan berhenti branding? No. Will I be mindful about this, tho? Yes


Itu ya, yang penting mindful aja. Sadar aja kalau emang tiba-tiba keinginan ini muncul lagi. Soalnya gini: Ngebangun startup itu emang capek, geng. Sesekali gapapa lah, lo menikmati guilty pleasure. Tanpa harus mikirin angka revenue dan metrics yang setiap hari lo update di standup meeting.


Well, akhirnya lo tiba di akhir tulisan.


Salam hangat,


Evan (bukan dari Satu Persen)


Perwakilan diri sendiri