Membaca atau mendengarkan buku adalah kegiatan yang hampir selalu gua lakukan di waktu luang. Dan karena kebetulan gua mau nulis lagi secara rutin. Gua akan membagikan review buku, fresh from the oven dari buku yang abis gua baca atau denger setiap bulannya.

Biasanya gua baca non-fiksi, khususnya tentang buku self-improvement, self-development, relationship, self-awareness, dan juga buku-buku bisnis dan startup. Intinya sih gua bakalan baca semua hal yang berkaitan dengan Satu Persen, startup yang lagi gua bikin. Tapi sesekali gua juga suka baca karya fiksi klasik.

Well, buat lo yang mungkin butuh bacaan buku baru yang bermanfaat. Here it is. Review buku Ifandi Khainur Rahim di bulan Maret 2019. Enjoy!


1. Review Buku: Zero to One oleh Peter Thiel (2014).

Ini adalah buku dari Peter Thiel, orang yang dulu mendirikan Paypal. Setahu gua, sekarang tuh dia jadi investor paling mantap di Silicon Valley (buat lo yang gak tahu, Silicon Valley adalah tempat di mana banyak startup keren berdiri. Ibaratnya kayak semacam “ibukota”-nya startup lah. Kayak Jakarta-nya Indonesia). Di buku ini dia nyeritain tentang gimana cara bikin startup yang keren. Gimana cara bikin startup yang bener-bener mendisrupsi dan memonopoli. Yang bener-bener “Zero to One”, bukan “One to Two”. Intinya sih gitu.

Review dari gua gimana?
Buku ini menurut gua enak banget buat dibaca. Tapi plis, jangan baca mentah-mentah. Lo harus bacanya sambil mikir dan refleksi. Karena buku ini bisa dibilang bakal menantang pandangan lo tentang startup dan bisnis besar (secara umum).

Beberapa hal yang gua suka dari buku ini adalah sebagai berikut:
Pertama, buku ini memberikan gua perspektif segar terkait dengan startup dan juga ide-ide untuk mengevaluasi bisnis yang sedang gua bikin.

Kedua, indikator yang diberikan oleh Thiel terkait dengan bagaimana startup akan berhasil udah cukup jelas. Terutama kalo lo breakdown poin-poin yang dia buat satu per satu. Selain itu, Thiel juga memberikan banyak motivasi di buku ini. Meskipun kayak rada-rada bias gitu sih buku ini.

Yep, menurut gua buku ini juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangannya adalah sebagai berikut:

Menurut gua buku ini tuh dogmatis banget. Buat orang yang pemula di dunia startup dan bisnis, gua sarankan mendingan lo jangan baca buku ini. Karena banyak poin yang sangat hitam dan putih.

Kayak: Lo harus ngikutin prinsip buku ini seperti kata Thiel, kalo nggak ngikutin ya lo salah dan gagal. Yep, either lo 100% bener dan sukses, atau 100% lo salah dan gagal. Contohnya gini: “Perusahaan tuh harus monopoli, kalo nggak ya gagal”. Atau: “Perusahaan tuh Foundernya harus exceptional dan outliers, kalo Foundernya cuman orang normal, ya perusahaannya gagal”, dan seterusnya.

Dia seakan-akan mengkotak-kotakan perusahaan dan founder sesuai dengan standar dia doang. Padahal nggak gitu. Banyak kok contoh perusahaan yang berhasil meskipun gak sesuai sama standar dia.

Nah implikasinya tuh gini. Kalo lo gak bisa mikir, refleksi diri, dan membantah argumen dia. Lo bakal kemakan argumen dogmatis dia. Seriusan. Tulisannya bagus banget, sekeren itu. Tapi ada beberapa hal yang sebenernya cuman opini tanpa data yang kuat yang dia sampaikan. Kalo lo baca buku ini, lo harus bisa bedain itu.

Lo juga harus bisa membedakan konteks antara dia dan konteks dalam hidup lo. Karena pasti akan banyak konteks yang berbeda. Dia menulis buku ini dari pengalamannya mendirikan startup di tahun 2000an ke belakang. Itu udah lama banget. Dan menurut gua, bisa jadi akan ada banyak idenya yang outdated, selain dogmatis yang tadi gua sebutin. Gitu.

(Catatan: Well, sebenernya wajar sih banyak kata-kata dia di buku ini kayak asumsi doang atau opini doang. Karena buku ini dibentuk dari catatan dari kuliah yang si Thiel sampaikan. Jadi pasti akan ada opini-opini dia yang terselip).

Nilai Total: 8/10
Overall, bukunya keren. Tapi bukan bacaan orang yang masih newbie di startup, karena perlu banyak penelaahan kritis biar bisa membaca tulisannya secara objektif. Jangan sampe lo terjebak dalam dogma si Thiel karena baca buku ini! :)


2. Review Buku: The Elephant and the Dragon: The Rise of India and China and What It Means for All of Us oleh Robyn Meredith (2007)

Ini adalah buku yang membahas tentang perkembangan negara Cina dan India sampe ke fase sekarang (yang menurut gua keren banget sih perkembangan dua negara ini). Buku ini menjelaskan semuanya mulai dari sejarahnya, funfact-nya dan juga apa peran politik dari tiap negara sampe ada di fase sekarang. Bahkan, negara Cina sekarang tuh menurut gua udah bisa dibilang sebagai negara superpower lah. Mereka udah bisa menyaingi Amerika Serikat (ini kondisi tahun 2019, 12 tahun setelah buku ini terbit. Gile ya, buku ini emang keren banget dan bisa memprediksi keadaan sekarang).

Review dari gua gimana?
Buku ini enak banget untuk dibaca. Kayak, ringan aja gitu. Bahasanya mengalir dan gak bikin capek untuk dibaca meskipun topiknya sebetulnya berat. Banyak hal baru yang gua ketahui dari buku ini, karena sejujurnya gua gak pernah peduli tentang sejarah atau perkembangan negara Cina dan India. Sampe akhirnya gua lihat T-Series dan Pewdiepie.

Emang rada konyol sih. Jadi ceritanya tuh gini. Abis gua ngeliat battle T-Series. Gua mulai kepo tuh. Gua pikir: apaan nih T-series, kok subscriber-nya bisa sampe 90juta gitu. Btw, saat gua menulis ini pun T-Series baru aja nyusul Pewdiepie dan jadi channel Youtube dengan subscriber terbanyak di dunia.

Ternyata eh ternyata. Mereka perusahaan India coy! T-Series tuh kayak perusahaan label musik gitu. Ya semacam EMI, Sony Music, Aquarius, gitu-gitu dah.

Terus gua kan kaget yak. Anjir. Kok bisa sih ini India jadi maju banget kayak sekarang. Padahal gua selalu mikir bahwa negara ini hampir sama bobroknya kayak Indonesia. Bahkan lebih buruk!

Setelah gua telaah, pantes banget mereka bisa maju. Kalo misalnya lo lihat. Banyak tutorial-tutorial Youtube, banyak blogger, dan basically semua bisnis di internet tuh mulai dijamah oleh India.

Bahkan bisnis ed-tech-nya (edtech = Education Teknologi aka Teknologi Pendidikan) India tuh udah masuk ke Indonesia. Ya, mungkin lo udah tahu tentang Unacademy? Situs ini mulai populer di Indonesia sebagai penyedia layanan bimbel online gratis buat SBMPTN. Dan mereka ngerekrut banyak guru dari Indo. Unacademy juga udah pernah ngajak gua untuk ngajar materi SBMPTN di website mereka.

Tapi karena gua saat ini udah kerja di Zenius. Gua gak bisa nerima tawarannya karena udah terlalu sibuk. Dan gua akan melanggar etika kerja gua karena bisa dibilang itu termasuk perusahaan kompetitor tempat gua kerja.

Well, pelajaran yang gua dapet dari baca buku ini banyak banget. Gua jadi tahu kenapa India bisa menguasai banyak banget ranah internet di dunia. Coba aja lo tengok Youtube, Blogger, dsb. Jadi banyak orang dengan logat India anjir. Gua aja sampe kesel. Beneran ini, kayak banyak banget aja gitu mereka tuh HAHAHAH.

Tapi ternyata, perkembangan mereka emang sekeren itu, baik Cina (The Dragon) maupun India (The Elephant). Kalo Cina, mereka berkembang karena kekuatan politik otoriter dan pemimpin negara yang smart. Sementara India? Sama, pemimpinnya juga smart. Tapi mereka bukan berkembang karena kekuatan politik yang otoriter. Mereka berkembang karena sistem pendidikan mereka bagus.

Buku ini bisa lo jadiin inspirasi sih. Kalo misalnya lo resah dengan Indonesia. Setelah baca buku ini, harusnya lo bisa merasakan sedikit optimisme. Mungkin lo sempet denger desas-desus dan ramalah bahwa Indonesia bakal jadi 5 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Setelah baca buku ini, gua rasa hal itu sangat mungkin terjadi.

Kita sebetulnya sedang meniru kondisi perkembangan negara Singapura, Cina dan India. Terdapat pembangunan masif dan juga revolusi mental yang dicanangkan oleh pemerintah. Meskipun memang ranah pendidikannya masih gak jelas, dan menurut gua gak sebaik India. Tapi bukan hal yang gak mungkin untuk Indonesia menjadi negara adidaya di tahun 2040.

Buku ini recommended banget buat dibaca. Terutama buat lo yang gak pernah baca tentang iklim politik di Cina atau India. Seru banget. Akan ada banyak pengetahuan yang lo dapet dari buku ini. Sekaligus juga inspirasi yang bakal bikin lo termotivasi dengan keadaan Indonesia saat ini.

Nilai total: 9/10
Kenapa 9? Karena gua gak pernah baca-baca sejarah dan perkembangan Cina dan India, sih. Mungkin kalo gua adalah orang yang aware akan situasi politik internasional dan gimana setiap pemimpin politik mengembangkan negaranya, gua gak akan se-excited itu buat baca buku ini. Kesimpulannya, buku ini recommended banget sih buat dibaca pokoknya.


3. Review Buku: So You’ve Been Publicly Shamed oleh Jon Ronson (2015).

Buku ini menceritakan tentang fenomena public shaming yang muncul di dunia maya. Beserta dengan studi kasus orang-orang yang kena public shaming. Intinya, nyeritain tentang dampak negatif dan bahayanya internet dan media sosial di zaman sekarang. Yang katanya sih gak beda jauh sama mental keroyokan. Contoh “mental keroyokan” di dunia nyata kayak gini: Ada maling, tanpa diadili dan dibawa ke pengadilan dulu, eh langsung dikeroyok dan dipukulin warga sampe sekarat. Begitulah gambaran fenomena public shaming di internet menurut Jon Ronson di buku ini.

Review dari gua gimana?
Jon Ronson tuh bukan penulis yang enak dibaca oleh orang yang gak terlalu pinter bahasa Inggris sih. At least menurut gua. Bacanya gak seenak penulis-penulis lain. Gua sendiri sering banget lost dan kayak ngulang baca paragrafnya gitu karena struktur kalimatnya agak bikin puyeng. Dan memori kita juga harus kuat karena dia sering mengaitkan tulisannya dengan tulisan di bab-bab sebelumnya.

Secara substansi, buku ini keren sih. Gua menikmati membaca 75% dari bukunya. Gimana dia nyeritain tentang public shaming yang pernah dia lakukan ke orang lain. Gimana dia nyeritain juga tentang korban public shaming yang bener-bener parah banget. Dan gimana dia ngumpulin cerita-cerita orang yang kena public shaming dan menuliskannya di buku ini.

Sebagai content creator yang karyanya sempat dibaca oleh banyak orang. Gua merasa relate banget sih. Di zaman sekarang tuh orang-orang gampang banget memfitnah, ngejudge, dan menyebarkan keburukan. Apalagi dengan kemajuan teknologi dan kemajuan media sosial dan internet.

Makanya, content creator perlu baca buku ini. Biar kita bisa lebih hati-hati. Dan biar kita juga bisa menganalisis hal yang terjadi sama diri kita dan orang lain.

Btw, content creator di sini maksud gua bukan Youtuber ya. Tapi orang yang meng-create content. Mulai dari nulis sampe bikin video.

Karena gini. Di zaman sekarang, kita bisa aja punya 100 karya bagus. Ya, kita bisa punya sebanyak itu karya. Tapi semua karya itu bisa rusak hanya karena kita salah ngomong dan akhirnya di-public shaming. Kayak, kejam banget gitu sih dunia ini.

Sebagai content creator, setelah baca buku ini gua merasa kayak sedang berada di lautan darah gitu. Sehingga sekalinya lo kecebur ke lautan, ya badan lo akan penuh darah. Menariknya, meskipun lo berusaha naik lagi dari lautan tersebut. Darah tersebut akan menempel terus di badan lo. Kayak bekas luka yang gak akan ilang-ilang. Yep, mungkin itu ilustrasi public shaming menurut gua. Sangat pesimistik sih, tapi gua suka buku ini. Hehe.

Nilai Total: 8,5/10
Gua kasih nilai 8,5 karena Jon Ronson tuh kurang ‘awam’ untuk dibaca gua yang newbie bahasa Inggris dan juga newbie tentang istilah dan kondisi politik yang terjadi di barat. Jadinya gua susah relate dan harus baca ulang berbagai part di buku ini. Di sisi lain, analisis dan cerita dia tentang public shaming bener-bener membuka mata gua sih. Gila, keren banget. Buat lo yang suka membuat konten (dalam bentuk apapun), gua sangat merekomendasikan untuk baca buku ini.


4. How to Disappear From The Internet Completely While Leaving False Trails: How To Be Anonymous Online oleh Raymond Phillips (2016).

Buku ini menjelaskan tentang gimana caranya biar kita bisa aman 100% dari semua ancaman cyber security. Sama lah ya kayak judulnya. Intinya kayak gitu, sih. Hoho.

Review dari gua gimana?
Awalnya, gua ngakak baca judul buku ini. Dulu gua mikir gini: Anjir, siapa sih yang mau menghilang dari internet selain kriminal dan teroris? Sampe akhirnya gua mikir: “Apa gua harus ngikutin buku ini yak?”.

Konyol sih. Mungkin lo juga merasakan hal yang sama ketika baca judul buku ini untuk yang pertama kalinya. Tapi buat lo yang udah ngerti tentang cyber security, justru lo akan ngetawain dan kasian sama orang yang menertawakan judul buku ini.

Kalo lo merasa membaca buku ini adalah hal konyol. Coba ikutin perintah gua. Ini yang harus lo lakukan: 1) Coba nonton Snowden, 2) Coba baca beberapa buku tentang cyber security, 3) Coba baca banyak artikel (rekomendasi gua sih Hackernoon), 4) Coba lihat guide simpel tentang cyber security (rekomendasi gua adalah guide dari browser Firefox), 5) Coba nonton video Youtubenya, dan terakhir, 6) Coba lihat berita tentang cyber security.

Setelah melakukan semua hal itu, lo bukan hanya akan melihat potensi dan harapan untuk internet di masa depan, tapi juga lo akan melihat dampak negatif yang sudah (dan mungkin akan) terjadi. Contoh: Data breach yang terjadi di mana-mana, virus, hack, pencurian, dan orang yang melihat data kita tanpa izin secara real-time. Sampai hidup keluarga yang hancur gara-gara hacker.

Semuanya bisa terjadi karena kita gak siap. Karena kita gak memproteksi data kita. Karena kita kurang belajar tentang semua ini.

Buku ini sebenernya bukan buku “beneran” sih menurut gua, karena singkat banget. Mungkin bisa dibilang bahwa ini adalah guide untuk menghilang dari internet. Yah meskipun begitu, tapi buku ini tetap berguna untuk dibaca. Banyak insight juga yang bakal lo dapet dari buku ini. Dan lo akan mengetahui juga betapa ribetnya melindungi privacy kita di zaman seperti sekarang.

Emang sih, revolusi industri 4.0 akan menghasilkan banyak kemajuan. Tapi di satu sisi, privasi kita juga sedikit-sedikit mulai terkikis dan hilang. Ini yang perlu kita waspadai dari sekarang.

Kita perlu siap buat perubahan teknologi yang terjadi nanti. Nanti tuh bukan cuma internet doang. Bukan cuma HP dan Laptop, tapi juga semua barang-barang lo. Internet of things, big data, cloud computing, dan artificial intelligence itu bukan hanya kemajuan semata. Tapi bisa dilihat seperti pisau/pedang dengan dua mata.

Nilai Total: 7/10
7 karena ini bukan buku “beneran” (lol). Dan karena buku ini juga sebenernya gak ngasih perspektif baru yang banyak sih. Inti dari buku ini adalah meng-compile semua cara agar kita bisa menghilang dari internet, udah gitu doang. Yang sebenernya bisa kita cari di internet. Overall, meskipun buku ini gak memiliki argumen yang solid dan banyak. Buku ini akan membuat lo berpikir panjang tentang kondisi cyber security lo. Harus dibaca setelah ‘sedikit’ aware tentang cyber security. Jangan lupa lakukan langkah-langkah yang gua suruh di atas sebelum baca, ya!


5. Review Buku: Steal Like an Artist: 10 Things Nobody Told You About Being Creative oleh Austin Kleon (2012).

Buku ini (sesuai dengan judulnya) ngajak kita untuk menelaah 10 hal yang membuat kita bisa menjadi lebih kreatif. Menariknya, selain tulisan, dalam buku ini juga ada banyak artwork yang cukup catchy dan enak buat dilihat. Yep, bisa dibilang buku ini tuh desainnya keren (?).

Review dari gua gimana?
Sebenernya pertama kali gua baca buku ini adalah di tahun 2018 awal. Waktu itu gua baca bukunya langsung di Perpustakaan Pusat UI. Nah, karena gua baca bukunya secara langsung (bukan e-book), inilah yang membuat gua bisa menilai aspek teknis artwork dari bukunya.

Gua pun baca lagi buku ini di bulan Maret ini. Gua baca lagi lewat e-book. Sayangnya karena gua baca lewat e-book, jadinya artwork dia gak kelihatan sebagus kayak pas baca buku aslinya. Buku aslinya tuh kayak keren banget gitu (?). Kayak bukan baca buku lah pokoknya.

Overall, buku ini pas banget sih buat dibaca sama orang yang kurang suka baca. Font-nya gede. Judul tiap babnya keren. Bahasanya gak belibet. Dan yang paling penting, si penulis juga ngasih banyak contoh-contoh pengalaman hidupnya yang bisa relate dengan kehidupan kita sehari-hari. Ini yang bikin gua gak bosen baca bukunya.

Nah, karena buku ini gak terlalu panjang dan gak bikin bosen. Jadinya gua bisa selesaikan buku ini dalam sekali duduk. Gatau kenapa, buku ini selalu bikin gua pengen buka lagi chapter selanjutnya setelah menyelesaikan chapter sebelumnya. Agak aneh sih. Karena gua biasanya butuh rehat pas baca. Tapi kebiasaan gua gak berlaku untuk buku ini.

Dari buku ini, gua mendapat cukup banyak insight penting. Ya, bahwa kreativitas itu sebenernya bisa dicari dan harusnya gak cuman kita “tunggu” untuk datang doang. Di buku ini juga kita diajarin untuk ‘steal like an artist’. Yep, kita diajarin untuk “mencuri” karya orang lain. “Mencuri” itu halal dalam buku ini gengs.

Tapi “mencuri” tuh ada etikanya. Ntar ada gambarnya di bukunya. Yah gambar tentang gimana mencuri yang baik vs mencuri yang tidak baik bisa lo lihat lah ya di bukunya kalo lo baca nanti (tapi bisa lo cari di internet sih, setahu gua banyak yang nyebarin juga).

Nilai Total: 8,5/10
Buku ini bisa dibaca dalam sekali duduk. Memberikan insight segar, yang lagi-lagi, sangat menarik untuk dibaca, terutama untuk lo yang bekerja sebagai content creator. Artwork-nya keren, dan bikin lo gak bosen juga bacanya. Yang bikin nilainya bukan 9, tapi 8,5 adalah karena buku ini gak ngasih ide yang “wah” gitu sih. Fresh, tapi gak se-fresh dan se-groundbreaking itu. Tapi overall, buku ini sangat recommended untuk dibaca, terutama buat yang jenuh baca buku yang ‘njelimet’.

Well, sekian segmen review buku rekomendasi dari Evan di bulan Maret 2019 ini. Gua berharap semoga lo semua mendapatkan banyak manfaat dan inspirasi untuk membaca buku. Sampai bertemu lagi akhir bulan depan, ya!