Gua bersyukur telah belajar psikologi selama 3,5 tahun berkuliah. Karena dengan belajar Psikologi, gua bisa menemukan hal-hal aneh, unik, dan menarik dari perilaku manusia.

Salah satunya adalah ini: Fakta bahwa manusia TERNYATA punya dorongan untuk self-destruct. Atau dengan kata lain, dorongan untuk menyakiti dan menghancurkan dirinya sendiri.

Aneh, kan?

Pemikiran ini sempat gua simpen dan gua pikirkan terus selama bertahun-tahun (sejak tahun 2015 akhir sampe gua nulis artikel ini). Di waktu tersebut, gua pun mencoba untuk menganalisis perilaku banyak orang di sekitar gua. Yang pada akhirnya membuat gua (malah jadi) percaya pada ide tersebut.

Ya, gua jadi percaya bahwa sebetulnya, kita MEMANG punya dorongan untuk menyakiti dan menghancurkan diri kita sendiri.

Contohnya banyak. Merokok. Minum-minuman keras. Mendengarkan lagu sedih dan depresif. Nonton film sedih dan horror. Selingkuh. Semua ini adalah contoh perilaku self-harm dan self-destruct yang terselubung. Kita melakukan semua hal di atas karena kita punya keinginan untuk menyakiti dan menghancurkan diri kita.

Dan last but not least, ketika orang sudah tidak tahan lagi dengan keinginan tersebut. Hal ini akan berlanjut ke perilaku self-harm yang mungkin sudah umum kita ketahui, yaitu menyayat dan menyakiti diri sendiri secara fisik. Bahkan sampai ke perilaku bunuh diri.

Semua adiksi buruk dan perilaku self-harm harusnya berasal dari teori dasar ini. Ya, bahwa manusia sebetulnya punya tendensi untuk self-destruct.

Eros dan Thanatos: Life and Death Instinct

Menariknya adalah gini. Ketika lo belajar Psikologi, lo akan punya
self-awareness yang lebih tinggi dibandingkan orang yang gak belajar Psikologi. Dan lo akan menemukan hal menarik dari diri lo dan juga teman lo yang belajar Psikologi.

For instance, temen gua. Dia anak Psikologi juga. Temen gua adalah seorang perokok. Dia tahu rokok itu gak sehat. Tapi dia tetep ngerokok

“ya semua orang juga gitu kali, Van”

Bentar-bentar, gua belum nyeritain hal yang lebih menarik lagi dari cerita ini.

Gini, hal yang menarik adalah ini. Ketika ditanya: “Kalo misalnya rokok itu gak berbahaya. Kalo rokok itu sehat dan bermanfaat, apakah lo akan ngerokok?”.

Dia bilang “nggak”.

Agak konyol sih. Tapi… ketika gua pikir-pikir. Bener juga anjir!

Meskipun terkesan konyol. Tanpa kita sadari, kita juga kadang berperilaku seperti itu dalam beberapa hal.

Contohnya merokok, alkohol, free sex, dan banyak lagi.

Kalau alkohol tiba-tiba legal dan bisa diberikan ke SEMUA orang, umur berapapun itu. Entah kenapa, gua punya pemikiran bahwa justru tingkat peminum akan berkurang, bukan bertambah.

Kalau lo adalah perokok. Dan sampe sekarang lo dilarang ngerokok sama orang tua lo. Kalo tiba-tiba orang tua lo bilang: “Oke, lo boleh ngerokok”. Gua bisa jamin bahwa keinginan merokok lo akan berkurang.

Selain itu, kalo misalnya lo selama ini adalah tukang selingkuh. Suka 'main' sama orang lain selain pasangan lo. Kalo tiba-tiba pasangan lo mengizinkan lo main dengan orang lain. Justru desire lo untuk selingkuh malah jadi berkurang.

Ya, entah kenapa. Tingkah laku ini sangat aneh. Tapi… Memang begitu adanya.

Justru perilaku akan jadi lebih menarik untuk dilakukan ketika perilaku tersebut terlarang dan berbahaya.

Kita merokok karena kita dilarang merokok dan karena rokok tidak baik untuk kesehatan kita. Tapi kalau suatu hari, BOOM. Tiba-tiba rokok jadi sehat dan legal. Gua yakin akan ada banyak orang yang berhenti merokok.

Sama seperti selingkuh. Menurut gua, alasan kenapa kita selingkuh adalah karena kita secara diam-diam ingin menghancurkan hubungan kita dengan pasangan kita. Sebabnya adalah karena kita insecure dengan diri kita sendiri, dan karena kita juga insecure dengan pasangan kita.

Kalau lo adalah tukang selingkuh. Dan tiba-tiba pacar lo bilang bahwa it is okay ketika lo selingkuh. Justru, lo akan berhenti selingkuh.

Sama kayak lagu sedih. Ketika sebuah lagu sedih tidak lagi membuat kita sedih. Justru kita malah akan bosan. Pada akhirnya kita gak akan ngedengerin lagu itu lagi dan memindahkan lagunya ke lagu yang lain. Karena kita ngedenger lagu sedih dengan alasan untuk menikmati rasa kesedihan. Untuk menikmati self-harm. Kalo lagunya udah gak sedih lagi, ngapain didengerin?

"Hal yang lo ceritain bener-bener konyol, Van. Gua gak percaya.
Mana buktinya? Mana fakta dan datanya?"

Kalo lo emang gak punya pengalaman yang sama ya gak usah percaya dengan apa yang gua katakan. Tapi kalo lo bisa relate (to an extent) atau bahkan mengalami hal yang sama juga. Please, baca dulu tulisan ini sampe abis (n.b: Gua yakin lo bisa relate sih, hehe).

Gini, kekonyolan yang udah gua ceritain di atas sebetulnya bisa kita tanggulangi. Kecenderungan manusia untuk self-harm dan self-destruct sebetulnya bisa kita jadikan sebagai kekuatan.

Kuncinya adalah: Lo harus sadar dengan tendensi tersebut.

Ya, dalam beberapa bulan gua membangun startup baru gua, Satu Persen. Gua baru sadar bahwa materi self-awareness dan self-control emang penting banget buat kita semua umat manusia.

Manusia yang self-aware akan punya kontrol lebih besar atas dirinya. Dia yang punya self-awareness yang baik akan punya nilai akademis yang lebih bagus dibandingkan dia yang gak self-aware. Orang yang self-aware, yaitu orang yang bisa berpikir dan mengevaluasi bagaimana cara dia berpikir dan berperilaku, adalah orang yang punya kemampuan lebih dalam berpikir kritis.

Ya, orang yang self-aware adalah orang yang bisa hebat dalam berpikir tentang bagaimana ia sedang berpikir. "Thinking about thinking". Dalam Psikologi Pendidikan, ini diistilahkan sebagai meta-kognisi.

Dan kabar baik juga buat lo. Metakognisi ini gak kayak intelegensi/IQ/kecerdasan yang emang udah terberi dari lahir dan gak bisa kita ubah. Metakognisi ini bisa dilatih dan diajarkan. Jadi, lo punya chance besar untuk bisa menjadi lebih self-aware.

Hal yang bisa lo lakukan.
Pertama, sadari dan evaluasi setiap perilaku buruk, perilaku tidak penting, dan semua adiksi yang lo lakukan. Dan coba analisis serta tanyakan ke diri lo secara berulang. Baik ketika lo sedang melakukannya ataupun ketika sedang memikirkannya.

"Kenapa ya, gua melakukan hal ini? Kenapa ya gua adiksi merokok? Kenapa ya gua gak bisa berhenti coli dan nonton porno? Kenapa ya gua gak bisa berhenti selingkuh dari pacar gua?"

Tanyakan itu terus. Sampe lo tahu akar masalahnya apa.

Nah menurut gua, orang yang gak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri adalah orang yang kurang self-aware. Tandanya, bisa jadi orang tersebut sedang tidak sehat mental dan kemungkinan besar butuh bantuan.

Kalo lo gak bisa menemukan akar masalah dari perilaku adiksi yang lo lakukan. Mungkin, Psikolog bisa membantu lo menyelesaikan masalah tersebut.

Gini, gua mau ngasih tahu rahasia ke lo. Meskipun profesi Psikolog itu terkesan keren. Sebenernya yang mereka lakuin pada dasarnya hanyalah teknik untuk membuat lo lebih self-aware. Saat sesi terapi/konseling, mereka cuman akan 1) nanya-nanya tentang masalah dan hidup lo, 2) mendengarkan lo curhat, dan 3) mengulangi hal-hal yang lo jawab/katakan.

Tujuan dari 3 hal tadi adalah supaya lo bisa mikir sendiri kayak gini:

"Oh iya anjir, gua ternyata goblok juga ya kemaren. Makasih ya mas/mbak Psikolog!"

Padahal mah si Psikolognya cuman nanya, dengerin, dan ngulangin apa yang lo bilang doang. Hal yang terjadi ketika sesi dengan Psikolog adalah lo akan dibuat sadar tentang masalah lo. Lo akan dibuat sadar agar bisa mengkonstruksi masalah hidup yang lo alami dan menemukan jawabannya sendiri.

Yap, tujuannya adalah biar lo lebih sadar diri (self-aware) doang sebenernya. Dan menariknya, meskipun mereka cuman melakukan 3 hal ini, yaitu 1) nanya-nanya, 2) ngedengerin dan 3) mengulangi perkataan lo. Lo akan jadi self-aware.

Ini adalah tujuan konseling dengan Psikolog. Biar lo sadar bahwa lo goblok. Dan biar lo menyelesaikan permasalahan lo sendiri. Ini juga yang membedakan Psikolog dengan motivator-motivator atau para coach bodong di luar sana.

Psikolog gak akan mencoba membantu lo dengan menyelesaikan masalah lo. Psikolog akan mencoba membantu lo agar lo bisa menyelesaikan masalah lo sendiri.

That’s why. Menurut gua, self-awareness adalah skill yang super-duper penting. Karena ini bisa dilatih oleh diri lo sendiri. Gak perlu ke Psikolog.

Ini yang harus lo lakukan: Aware terus aja setiap saat. Sadar terus. Coba latih hal ini.

1. Mungkin biasanya lo makan sambil nonton TV. Mulai besok, kalo lagi makan ya lo makan aja. Sadari bahwa lo sedang makan. Bener-bener rasain makanannya. Coba sadari secara penuh, dan hadir secara utuh dalam aktivitas makan lo itu. Jangan melakukan hal lain selain makan! Jangan buka HP dan jangan makan sambil nonton TV.

2. Mungkin biasanya lo nge-scroll media sosial terus-terusan, sehingga tanpa sadar waktu lo udah kebuang banyak. Mulai besok, pas lagi nge-scroll HP, cobalah untuk sadar. Dan pikirkan aktivitas yang sedang lo lakukan tersebut. Cari tahu, kenapa sih lo nge-scroll sosmed sampe lupa waktu?

3. Mungkin biasanya lo ngelamun sebelum tidur. Atau siang-siang pas lagi gabut. Besok-besok, cobain deh. Pas lagi gabut. Sadari aktivitas lo. Sadari bahwa lo sedang bernafas. Sadari bahwa lo sedang gabut. Sadar aja gitu.

Semua aktivitas di atas akan membantu lo lebih self-aware. Kalau istilah kerennya, ini yang dinamakan mindfulness.

Dari aktivitas basic tersebut. Coba perdalam lagi ke hal yang esensial. Coba tanya dan tantang diri lo: Kenapa sih lo melakukan X? Kenapa sih lo melakukan Y? Kenapa sih lo harus sekolah? Kenapa sih lo harus belajar? Kenapa sih lo harus kerja di tempat X? Kenapa sih lo… hidup?

Buat apa sih semua itu? Buat apa semua hal yang kita lakukan di dunia ini?

Dari sana. Lo akan bisa mengubah insecurity lo dan adiksi yang lo lakukan untuk menjadi kekuatan lo. Ketika lo sadar bahwa lo melakukan suatu perilaku karena dorongan lo untuk self-destruct (dengan kata lain, self-harm). Tanpa sadar, lo bakal menganggap bahwa diri lo itu menjijikan ketika sedang melakukan aktivitas tersebut.

Merokok gak lagi enak buat lo. Minum alkohol gak jadi menarik buat lo. Main game gak lagi jadi pelarian buat lo. Karena lo jadi mikir: Buat apa gua lari dari kenyataan ini?

Lo akan merasa "cukup". Dan di saat kecenderungan self-harm itu muncul lagi. Harusnya lo akan menemukan cara penanganan yang jauh lebih keren. Seperti menulis buku ketika lo sedang stress. Bikin lagu (meskipun lagunya depresif kayak Billie Eilish hohoho). Atau… bikin konten kayak gua.

Ini dinamakan creative illness. Ini merupakan cara kreatif yang bisa lo lakukan ketika lo sedang merasa ‘sakit’ secara mental. Ketika lo sedang merasa butuh self-harm. Gak ada salahnya kok melakukan self-harm.

Gak ada salahnya selama baik bagi diri kita. Gua juga suka self-harm. Gua melakukan self-harm dengan cara mendengarkan musik yang depresif dan sedih. Lalu gua meluapkannya dengan cara menulis atau membuat video.

Gak apa-apa self-harm ketika ditangani dengan baik dan tidak menyakiti diri lo sendiri. Justru bagus kalo lo self-harm ketika lo menghasilkan karya kreatif baru.

Tapi sebelumnya, tentu lo harus latih terus self-awareness lo. Latih terus meta-kognisi lo.

Nah, ketika lo merasa bahwa lo gak bisa menangani ini sendirian. Jangan lupa untuk cerita. Kalo teman lo gak bisa ngedenger. Mungkin lo bisa mempertimbangkan untuk pergi ke Psikolog.

Gitu.

Ingat, semua manusia punya kecenderungan untuk menyakiti dan menghancurkan dirinya sendiri. Dan lo gak perlu merasa konyol dengan kecenderungan tersebut. Yang harus lo lakukan adalah menyadarinya. Dan menjadikan itu sebagai kekuatan (atau bensin) untuk karya yang akan lo lakukan.

Well, sekian tulisan dari gua. Cheers!

Salam hangat,
Ifandi Khainur Rahim

Btw, semua yang gua tulis di atas adalah hasil ‘free writing’ gua. Free writing adalah teknik menulis di mana gua menulis semuanya (baca: semaunya) dalam satu kali duduk. Sehingga fakta dan opini akan menjadi blur. Lo harus cari tahu sendiri yang mana yang gua tulis yang merupakan kebenaran dan yang mana yang hanya asumsi gua doang.

Semua tulisan gua di website ini jarang sekali yang mengandung data ilmiah. Jadi please, ketika lo baca tulisan ini jangan protes ke gua: “Mana datanya? Mana faktanya?”.

Karena jawabannya cuman dua: Entah emang “datanya gak ada”, atau emang “sengaja gak gua tulis karena males” aja.

Semua tulisan di website ini adalah opini gua dan pandangan gua semata. Jangan disamakan dengan science. Gua pribadi punya pandangan tersendiri tentang subjektivitas dan science. Dan di website ini, gua memegang teguh pandangan subjektivitas ala sophist.

Di website ini, fakta adalah hal yang gak penting.
Yang penting adalah bagaimana lo mempersepsikan hal yang ada di dunia.

Kalo lo tertarik dengan ide yang gua sampaikan. Tolong cari sendiri sourcesnya lebih lanjut. Biasanya gua ngasih link atau ngasih tahu orang yang menginspirasi pandangan gua di tulisan gua. Lo bisa mulai dari sana.

Kolom comment di website ini ditutup. Kalo lo mau mengoreksi hal yang gua bilang, gua sangat menerima kritik dan saran yang konstruktif via email berikut: evan.khainur@gmail.com.

Anyway, thanks ya udah baca sampe abis!