Dalam hidup, kita pasti akan dihadapkan dengan sebuah rintangan yang memaksa kita untuk memilih salah satu dan mengorbankan yang lain. Ya, sebagai manusia tentunya kita tidak dapat menjalani semuanya dengan ‘perfect’, itulah alasan kenapa kita harus memilih.

Jika ditanya keputusan apa yang paling menakutkan, paling berisiko, dan paling besar dalam hidup, jawaban saya adalah ketika saya membuang PTN yang sudah didapat di SNMPTN (jalur undangan) dan mencoba mempertaruhkan semuanya di SBMPTN (jalur tes).

Saat SMA, ketika orang lain sudah punya target hidup, terutama target PTN-nya masing-masing. Saya adalah satu-satunya orang yang mungkin saat itu tidak punya visi atau tujuan apapun ke depannya. Lalu saya membandingkan diri dengan orang lain sampai dengan merefleksi identitas diri. Saya sadar bahwa saat itu saya benar-benar ‘kabur’, tanpa tujuan dan krisis identitas.

Akhirnya saya melakukan pencarian identitas, dan menemukan banyak lembaga meskipun berbeda-beda dengan satu visi yang sama, yaitu perubahan yang lebih baik bagi dunia. Lembaga tersebut adalah Zenius, Hitman System, TED, dan banyak lagi. Semua itu, semua ide yang terkumpul sejak kecil akhirnya saya refleksikan, agar menjadi pembentuk diri saya yang sebenar-benarnya. Ya, membentuk idealisme yang saya cita-citakan.

Esensi hidup, belajar, dan identitas perlahan-lahan saya temukan. Perubahan sejak dalam pikiran pada akhirnya harus terimplementasikan dalam tindakan. Saya mencoba berubah di semester terakhir SMA. Pelajaran pertama yang didapat adalah: Perjuangan akan selalu membuahkan hasil. Ya, saya mendapat nilai UN tertinggi se-sekolah untuk jurusan IPS dan lulus SNMPTN di PTN pilihan pertama yang saya pilih.

Sayangnya, saat memilih PTN di SNMPTN, saya lebih memilih cari aman daripada mengejar PTN yang benar-benar saya inginkan. Ada dua pilihan saat itu. Untuk mengambil pilihan yang penuh risiko dan meninggalkan rezeki, atau tinggal di Bandung dan menerima apa yang ada. Keluarga saya bukanlah keluarga highclass yang uangnya unlimited, sehingga masuk ke PTN dengan jalur yang murah menjadi pilihan satu-satunya. Jika tidak masuk PTN, ya pupuslah harapan saya untuk kuliah.

Meskipun saat itu saya kebingungan, namun, saat kebingungan itulah yang membuat saya menjadi dewasa, untuk memilih jalan yang saya pilih sendiri tanpa terpengaruh oleh pendapat orang lain. Pada akhirnya, saya memilih untuk melepas SNMPTN, meskipun teman-teman, orang tua, dan guru mengatakan sebaliknya.

Tuhan pun mengabulkan pilihan dan perjuangan saya, saya masuk ke PTN yang saya inginkan. Ketahuilah bahwa tanpa keputusan besar dan berisiko itu, mungkin saya tidak akan berkembang menjadi lebih dewasa.

Dampaknya:

1. Saya mendirikan blog ini, dengan tujuan menginspirasi, mengenalkan, dan mengubah paradigma remaja menjadi lebih baik. Ya, blog ini mulai saya tulis ketika saya membuang pilihan SNMPTN tersebut. Sekarang blog ini sudah menginspirasi banyak remaja, dan setiap hari selalu bertambah viewersnya.

2. Banyaknya pengalaman, kesalahan, dan keblangsakan yang telah saya lakukan membuat saya lebih dewasa sampai akhirnya diamanahkan menjadi Ketua Angkatan IKM Fakultas Psikologi UI 2015.

3. Sedikit demi sedikit saya mulai membuat karya besar, menorehkan prestasi, dan penghargaan bersamaan dengan pilihan besar berisiko tersebut.

Hanya sekarang saya bisa melihat silver lining dari kebingungan, stres, dan kesenangan yang campur aduk saat memperjuangkan SBMPTN satu tahun yang lalu. Jika mengutip Steve Jobs, “....you can only connect the dots backward”. Betul kata beliau, hanya di akhirlah kita bisa melihat hal-hal yang kita lakukan terhubung menjadi prestasi, bukan di awal. Maka, sudah bukan alasan lagi untuk terikat pada dogma, perkataan orang tua, teman, guru, atau siapapun itu yang berkoar-koar di media. Sebab kedewasaan itu datang ketika kita memilih sesuatu berdasarkan refleksi dari diri kita sendiri, pilihan kita yang independen.

Saran saya kepada teman-teman yang sedang berjuang di jalur SBMPTN, mungkin bisa coba direnungkan kembali tujuan besar hidup teman-teman. Renungkan lagi esensi belajar selama ini. Renungkan lagi keputusan-keputusan yang kalian pilih. Tanyakan pada diri kalian sendiri, sudahkah saya berada di jalan yang tepat? (Baca tulisan saya, apakah anda sedang "tersesat" -> http://filosofiremaja.blogspot.co.id/2016/05/tersesat.html)

Akhir kata, cobalah untuk terbang, meskipun terikat. Saya yakin kalian akan menemukan kedewasaan itu dengan sendirinya. Jangan khawatir dengan hasil di masa depan, toh semua ini merupakan proses pendewasaan.